Banyaknya kecelakaan lalu lintas membuat pihak-pihak terkait yaitu
pemerintah, masyarakat, serta kepolisian berfikir untuk melakukan penelitian
lebih lanjut tentang penyebab dari tingginya kecelakaan lalu lintas yang terjadi.
Dan hal itu membuktikan bahwa pengendara roda dua adalah yang mendominasi
penyebab dari kecelakaan tersebut.
Tidak ada
yang menyangka bahwa pertumbuhan sepeda motor yang cukup pesat ternyata
berbanding lurus dengan angka pengendara motor yang mengalami kecelakaan. Salah
satu solusi yang dicoba oleh pihak kepolisian adalah mewajibkan pengendara
motor menyalakan lampu di siang hari. Kebijakan itu dinilai oleh polisi mampu
menekan angka kecelakaan sepeda motor (Marye, 2010: 13).
Berdasarkan
UU Lalu Lintas No.22 tahun 2009 bahwa sepeda motor diwajibkan untuk menyalakan
lampu pada saat siang hari, dan apabila tidak dinyalakan akan mendapat sanksi pidana yang tertuang dalam
Pasal 293 ayat (2), yaitu setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan
tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari dipidana dengan kurungan paling
lama 15 hari atau denda paling banyak Rp 100.000,00. Namun dengan
diterapkannya peraturan tersebut membuat masyarakat bertanya-tanya tentang
keterkaitan antara aturan menyalakan lampu utama disiang hari dengan
keselamatan pengendara roda dua di jalan raya.
Sejauh ini
sosialisasi yang dilakukan oleh pihak terkait baik pemerintah maupun kepolisian
terhadap masyarakat dirasa kurang maksimal. Karena masyarakat hanya diberi
peraturan secara mentahnya saja, maksudnya peraturan yang disosialisasikan
tidak disertai dengan penjelasan tentang hubungan antara kewajiban menyalakan
lampu utama di siang hari dengan keselamatan pengendara roda dua serta manfaat
yang bisa dicapai oleh pengendara roda dua apabila menyalakan lampu utama
disiang hari. Sehingga masyarakat yang
melaksanakan peraturan tersebut terkesan bukan karena dorongan dari diri
sendiri, melainkan karena perasaan terpaksa agar tidak terkena sanksi pidana
yang telah ditetapkan.