Alkisah di sebuah
desa terpencil di tepi sungai. Hiduplah seorang tukang kayu bernama Panji yang
senad mencari kayu. Saat tengah memotong ranting kayu yang menjorok ke sungai,
tiba-tiba kapak yang dipakainya terlepas dari genggaman tangannya dan jatuh ke
sungai. Panji merasa sedih dan menangis sembari memohon pertolongan kepada Alloh
untuk mengirimkan seseorang yang mau membantunya untuk mengambilkan kapak
satu-satunya yang ia punya. Karena ketulusan do’anya, tiba-tiba datanglah
seorang kakek berjenggot yang kebetulan lewat disekitar sungai.
Sang kakek
bertanya pada Panji, “Kenapa kamu menangis?”.
Kemudian Panji
menceritakan kalau kapaknya jatuh dan tenggelam didasar sungai. Tanpa pikir
panjang, kakek jenggot langsung menyelam dan tak lama kemudian muncul ke
permukaan sambil membawa kapak yang terbuat dari emas.
“Inikah kapak
kepunyaanmu?” tanya kakek jenggot.
“Bukan, itu bukan
kapakku”, jawab Panji.
Lalu kakek jenggot
kembali menyelam ke dasar sungai untuk mengambilkan kapak lagi bagi Panji, tapi
kali ini kakek membawa kapak yang terbuat dari permata. Sekali lagi, Panji
menolak kapak yang bukan miliknya itu.
Pada akhirnya,
kakek kembali menyelam dan membawakan kapak asli milik Panji.
“Inikah kapak yang
kamu cari?” tanya kakek jenggot.
“Betul kek, itulah
kapak kepunyaanku”, jawab Panji dengan gembira.
Sang kakek
tersenyum sambil berkata, ”Engkau telah jujur, kini bawalah kapak emas dan
permata ini.Anggap saja ini hadiah dariku atas kejujuran yang kau tanamkan pada
dirimu.”
Akhirnya denagn
hati bahagia Panji pulang ke rumah membawa kedua kapak tersebut. Dan sejak itu,
kehidupan Panji yang semula serba kekurangan menjadi lebih baik. Dengan kapak
tersebut, ia mampu menjadi pengusaha kayu yang terkenal dengan kualitas dan
kejujurannya.
0 komentar:
Posting Komentar